oleh : PSP
“Jagad raya,
laboratorium bagi pembelajar yang serba ingin tahu.”
Begitulah slogan dari SALAM (Sangar Anak Alam) yang terletak
di Nitiprayan, Yogyakarta ini. Sekolah yang didirikan di tengah area persawahan
ini telah ada sejak tahun 2000. SALAM berbeda dengan sekolah formal maupun
nonformal kebanyakan, sekolah ini memiliki kurikulumnya sendiri, yakni
Kurikulum Berbasis Riset. Maka tidak heran, jika sekolah yang diprakarsai oleh
Ibu Sri Wahyaningsih atau yang akrab disapa Bu Wahya ini memiliki metode dan
sistem pendidikan yang khas. Menurut penuturan Bu Wahya melalui diskusi
istimewa dalam FORDIKA (Forum Diskusi dan Karya) #5 yang diselenggarakan HIMA
PGSD Kampus III pada Kamis, 20 Desember 2018 di Ruang Abdullah Sigit FIP UNY
lalu menuturkan bahwa SALAM adalah sekolah yang berorientasi pada pengembangan
bakat alamiah anak. Beliau menjelaskan lebih lanjut bahwa setiap anak terlahir
di dunia ini sebagai seorang individu yang khas dengan bakat alamiah yang
beragam. Itulah mengapa di SALAM tidak ada seragam, karena setiap anak itu
berbeda. Seragam adalah upaya untuk menyeragamkan apa yang seharusnya memang
beragam. Demikianlah SALAM hadir untuk memfasilitasi pengembangan bakat dan
minat alamiah serta mengapresiasi keberagaman setiap anak.
Kurikulum berbasis riset yang dikembangkan di SALAM artinya
setiap siswa (anak didik SALAM) diberikan kesempatan yang seluas-luasnya untuk
menemukan sendiri apa yang dipelajarinya melalui riset sederhana hingga riset
yang lebih kompleks. Anak-anak akan diawasi oleh fasilitator (bukan guru)
selama pengembangan risetnya. Menurut Bu Wahya, dengan riset anak-anak dapat
memiliki pemikiran dan solusi yang kritis serta kreatif.
Selain tidak berseragam dan tidak memiliki guru, SALAM juga
tidak menganut sistem mata pelajaran. Melalui riset, anak-anak dibebaskan untuk
memilih sendiri topiknya, tidak ada pengetahuan yang dipaksakan. Hasil dari
pada riset itu pun kerap kali dipamerkan, bahkan jika itu merupakan produk
ekonomis, telah banyak yang dijual sehingga anak-anak memiliki penghasilan
sendiri. Mata pelajaran justru dianggap sebagai pembatas anak-anak dalam
mengeksplorasi pengetahuan di alam raya ini.
Sekolah unik ini pun tidak semata-mata berorientasi pada
profit, melainkan mewujudkan tujuan dari didirikannya sekolah ini, yakni
memperbaiki pendidikan anak-anak, khususnya dari kalangan kurang mampu. Oleh
karena itu, SALAM sama sekali tidak memasang tariff yang mahal, justru sangat
terjangkau, tidak seperti sekolah nonformal pada umumnya. Itulah salah satu
alasan mengapa SALAM hingga kini belum berkeinginan untuk mendirikan cabang di
tempat lain. Selaku pendiri, Bu Wahya menyatakan bahwa ia khawatir keorisinalan
dari SALAM dapat hilang jika memiliki cabang.
SALAM meyakini bahwa setiap anak lahir dengan bakat
alaminya. Alam adalah sekolah terbaik untuk anak-anak tumbuh dan belajar.
Dengan semangat humanistik inilah, SALAM terus maju dan berkembang untuk
mewujudkan mimpinya mencerdaskan generasi bangsa dengan mengembangkan bakat dan
minat yang dimilikinya.